Komunitas Kopi: Jatuh Hati pada Kopi

Sebagaian anggota Coffee Lovers Indonesia—dari kiri ke kanan—Krisna (pengelola kedai kopi di Kemang, Jakarta Selatan), Putri Siswandewi (pecinta kopi), Weny Astuti (pemilik kedai kopi di Pondokmelati, Bekasi, Jawa Barat), dan Jamil Musanif (pendiri CLI).
Bercengkerama dan belajar seputar dunia kopi.
Semula Jamil Musanif iseng membentuk grup bagi para penggemar kopi di akun media sosial pada 2016. Grup kecil bernama Coffee Lovers Indonesia (CLI) itu merupakan wadah untuk saling bercengkerama seputar dunia kopi. Di awal terbentuknya anggota grup berisi 20 orang saja. “Meskipun beranggotakan sedikit orang, tetapi obrolan grup selalu riuh setiap hari,” kata Jamil. Setiap pertanyaan yang masuk pasti ditanggapi dengan antusias. Karena diskusi berjalan aktif lambat laun anggota grup bertambah. Kenaikan jumlah anggota pun fantastis mencapai 256 orang dalam setahun.
Rupanya banyak anggota yang tertarik belajar kopi. Jamil menuturkan latar belakang anggota beragam mulai dari akademisi, pekebun, pedagang, pemilik kedai, barista, penikmat kopi, bahkan pelajar. Mereka berasal dari sejumlah provinsi di Indonesia seperti Bali, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, dan Bali. “Lantaran anggota grup CLI kian bertambah maka kami membuat grup CLI cabang di setiap provinsi,” kata Jamil. Setiap cabang memiliki 30—40 anggota.
Anak muda
Boleh dibilang pamor kopi memang melejit beberapa tahun belakangan. Bahkan kopi sudah menjadi gaya hidup anak muda dan kaum urban. Di tengah sambutan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kopi, CLI hadir sebagai wadah untuk saling berbagi informasi seputar kopi mulai dari hulu hingga hilir. “Kami sering kali membahas permasalahan hangat yang sedang beredar di dunia perkopian dan bersama-sama mencari solusi terbaik,” kata Jamil.
CLI juga memberikan dukungan penuh bagi anak-anak muda yang ingin terjun ke bisnis kedai kopi. Hanya saja untuk menjadi pemilik kedai yang mumpuni tentu harus menguasai akses bahan baku, peralatan, hingga manajemen kedai. Karena itu CLI memberikan ruang bagi calon pemilik kedai untuk mengasah kemampuan lewat beberapa pelatihan. Pelatihan yang khusus diperuntukkan bagi anggota itu berupa pelatihan barista dan manajemen toko.
Dari pelatihan itu lahir pemilik kedai kopi baru. Salah satunya Weny Astuti yang membuka kedai Kopi Raden di Pondokmelati, Bekasi, Jawa Barat. Pensiunan Kementerian Pertanian RI itu mengikuti pelatihan barista pada April 2017. “Sebagai pemilik kedai saya pun harus mengetahui cara penyajian kopi yang baik dan benar,” kata Weny. Ia juga rajin menggali informasi dan berkonsultasi melalui grup.
Dua bulan kemudian Weny pun mantap untuk membuka kedai kopi. Jamil menuturkan anggota yang sudah dilatih tetapi belum memiliki cukup modal untuk membuka kedai bisa mengajukan kredit lewat koperasi. Selain itu, anggota CLI juga bisa menjual kopi di koperasi. “Itu merupakan bentuk dukungan kami kepada sesama anggota,” kata Jamil.
CLI memiliki dua jargon unik yakni ngojel dan coffee for earth and humanity. Ngojel artinya mengkonsumsi kopi yang jelas, jelas jenis kopinya dan jelas campurannya. Adapun coffee for earth and humanity mengingatkan anggota untuk mencintai lingkungan dan kemanusiaan lewat setiap kopi yang disesap.
Suporter
CLI juga menjadi suporter setia di balik sejumlah acara-acara besar yang mengusung kopi sebagai tajuk kegiatan. Sebut saja Rembuk Kopi Nusantara, salah satu penggeraknya merupakan anggota CLI. Di waktu lain anggota CLI menjadi salah satu pendukung dalam even pameran kopi. Anggota CLI juga kerap memberikan pelatihan dan pengarahan singkat ke sejumlah kantor dan instansi.
“Kami memperkenalkan cara terbaik menyajikan kopi dan bagaimana menggunakan alat pembuat kopi untuk menghasilkan rasa terbaik,” kata Jamil. CLI memiliki program untuk memberikan kompetensi kopi kepada pelajar SMK Pertanian di Indonesia. “Selama ini kompetensi yang diberikan kepada pelajar sekolah pertanian itu belum utuh,” kata Jamil.
CLI ingin membekali pelajar dengan pengetahuan budidaya, pascapanen, pengolahan, barista, manajemen kedai, hingga ekspor impor. Karena itu Jamil mengambil langkah awal untuk melakukan pendekatan ke instansi yang berwenang.
Program lain yang yang sedang dirintis adalah rehabilitasi dan pembinaan petani kopi dan desa yang terkena bencana. Program-program menarik itu biasanya menjadi topik obrolan yang hangat bagi anggota CLI. Menurut Jamil perekat dari CLI adalah diskusi. “Para anggota saling melengkapi dan mendukung di setiap kegiatan,” ujarnya. Bahkan kehadiran CLI memberi ruang bagi pemilik kedai untuk berpromosi. (Andari Titisari)
Baca Juga
Tags: komunitas kopi, kopi indonesia, trubus